Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran

Dokumen persis.or.id

Oleh: Dr. Dedeng Rasyidin, M.Ag

Sumber : persis.or.id


Jika kita kaji kisah Nabi Nûh As beserta da’wahnya dalam al-Qur’ân, maka akan kita jumpai dalam berbagai surat yang berbeda begitu pula dengan ayat-ayatnya. Antara lain pada surat, al-Á’raf 59-64, Hûd 25-49, dan al-Mu’minûn 23-30. Di bawah ini akan dijelaskan secara garis besar, beserta pandangan dari para Mufassîr.


A. Pengertian Nûh As.


Shawi menyebutkan, Nabi Nûh As namanya, ‘Abdul Ghaffâr bin Malik ibnu Mutawasyilakh bin Akhnûkh (Idrîs)[1]. Sementara al-Najjari menyebutkan, Nûh bin Lâmak bin Mutawâsyalih bin Akhnûkh dia adalah Idrîs bin Yârud bin Muhalâ-îl bin Qînân bin Ausy bin Syît bin Âdam[2]Dan menurut al-Suyuthi disebutkan, Nûh bin Lâmak bin Mutawâsyalih bin Idrîs dia adalah Akhnûkh bin Yârud Muhalaibil ibnu Qînan bin Anwasy ibnu Syît bin Âdam[3].

Nûh, adalah Laqab (gelar), disebut Nûh karena,


1.Ia lama meratapi dirinya.


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ نُوْحًا لِطُوْلِ مَا نَاحَ عَلَى نَفْسِهِ.   


Bahwa Nuh As diberi nama Nuh, karena lamanya ia meratapi dirinya sendiri.


2.Ia suka menangisi dirinya.


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحًا لِأَنَّهُ كَانَ يَنُوْحُ عَلَى نَفْسِهِ.  


Bahwa dinamai Nuh, karena ia selalu meratapi dirinya sendiri.


3.Nama Nûh ialah as-Sakanu (tempat diam -pangkal-),


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحُ اَلسَّكَنُ لِأَنَّ النَّاسَ بَعْدَ آدَمَ سَكَنُوْا إِلَيْهِ فَهُوَ أَبُوْهُمْ. 


Bahwa Nûh disebut dengan as-Sakanu karena manusia setelah Âdam As diam atau berpangkal padanya sebagai Bapak mereka.


4.Disebut Nûh, karena meratapi kaumnya selama 950 tahun berda’wah mengajak ke jalan Allâh, jika kaumnya kufur ia menangis dan meratapi mereka[4].


5.Dan Shawi menambahkan, ia disebut Nûh karena meminta pendapat Allâh tentang anaknya Kan’ân[5].


6.Karena ketika ia melihat anjing pincang ia berkata ikhsân ya qabîh (pergi wahai yang buruk) Lalu Allâh bertanya, Â’abtanÎ am ‘ibta al-Kalba (apa engkau menjelekkan aku atau menjelekan anjing?) lalu ia meratapi dirinya. Dalam Bahasa Arab kata Nûhâ-Nâha-Yanûhu artinya, menangisi atau meratapi[6].

           

Al-Suyuthi menjelaskan antara Nûh As dan Âdam As berjarak sepuluh keturunan, dan antara Ibrâhîm dan Nûh As, juga 10 keturunan. Mereka semua membawa syariat yang haq. Dan dalam riwayat Ishaq bin Basyar yang dikutip al-Suyuthi, dijelaskan, ketika Âdam merasa telah tua, ia berkata kepada Allâh, sampai kapan aku ini? Allâh menjawab,

يَا آدَمُ حَتيَّ يُوْلَدُ لَكَ وَلَدُ مَخْتُوْن


Wahai Âdam, sampai lahir anak bagimu yang telah dikhitan. (Nabi Nûh lahir dalam keadaan telah dikhitan).

Lalu lahir Nûh As setelah 10 keturunan, saat itu Âdam As berusia 940 tahun. Maka Âdam hidup di 1000 tahun pertama, dan Nûh As hidup pada 1000 tahun kedua. Pada masa Nûh As ini kema’siatan telah merajalela di muka bumi[7]. Shawi menyebutkan, ibu Nûh As bernama Hawâ`un dan istrinya yang beriman bernama al-Khabazz, sementara istrinya yang kufur bernama Wâ’ilah dan menurut pendapat lain bernama Wâ’ikah, sementara anaknya yang kufur bernama Kan’ân[8]. Ali Abdu al-Wahid wafi menyebutkan, anak-anak Nûh As yang lainnya yaitu,


  1. Sâm yang punya keturunan, Lûd, Arfaksyâd, Âsyûr, ‘Îlâm, Ârâm. dari Arfaksyâd lahir anak ‘Âbir, Lasyîlâsy, Syîlâsy.
  2. Hâm dan anak Nûh As lainnya.
  3. Yâfits.
  4. Kan’ân[9].

Dan setelah selamat dari banjir, menurutal-Suyuthi Nabi Nûh As mempunyai anak lagi yang bernama Yûnâthan[10]Dari anak-anak Nûh As ini melahirkan keturunan atau kabilah yang berbeda, misalnya Sâm melahirkan keturunan Arab (Sâm Abu al-Arab), Hâm melahirkan keturunan Sudan, orang berkulit hitam (Hâm Abu al-Saudân) dan Yâfits melahirkan keturunan Turki (Yâfits Abu al-Turki)[11]. Sementara menurut al-Suyuthi menyebutkan sabda Nabi Saw,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: سَامْ أَبُو الْعَرَبِ وَحَامْ أَبُو الْحَبْشِ وَيَافِثْ أَبُو الرُّوْمِ.


Rasulullah Saw bersabda: Sâm merupakan nenek moyangnya bangsa ‘Arab, Hâm nenek moyangnya bangsa Habsyi dan Yâfits merupakan nenek moyangnya bangsa Romawi[12].

Dari keturunan Nabi Nûh As ini juga melahirkan bahasa di dunia ini yang berbeda-beda. Dari putra Nûh As, Sâm melahirkan bahasa Sâmiyah. Bahasa ini bercabang menjadi,

  1. Bahasa Akadiyah, yang terdiri dari bahasa Asyuriah dan Babiliyah.
  2. Bahasa Aramiyah.
  3. Bahasa Kan’aniyah, yaitu bahasa Finiqiyah dan ‘Ibriyyah, (bahasa jazirah laut putih bagian tengah dan bahasa sebagian Bani Isrâîl di Palestina) 
  4. Bahasa Arabiyah.
  5. Bahasa Yamaniyah Qadimah.
  6. Bahasa Habsyiyah.

Sementara dari anak Nûh As, Hâm melahirkan bahasa Hâmiyyah, yang meliputi,


  1. Bahasa Mishriyyah, meliputi bahasa Mesir kuno dan bahasa Qibthi. 
  2. Bahasa Barbariyyah, bahasa orang Afrika Utara.
  3. Bahasa al-Kausyiyah, di sebelah Timur Afrika, termasuk padanya bahasa Shamaliyah[13].  


B.Sifat Kaum Nabi Nûh As.


Menurut Shawi, kaum Nabi Nûh As adalah kaum yang pertama kufur dan mendapatkan adzab[14]. Dan al-Suyuthi menyebutkan, kaum Nûh As telah melakukan ma’siat, kesombongan dan keangkuhan yang merajalela saat itu. Mereka kaum yang musyrik, menyekutukan Allâh, yang mereka ikuti hanyalah pendapat bapak-bapak mereka. Mereka menyembah patung. Patung yang mereka sembah diberi nama, diantaranya, Wuddun, Suwâ’, Yaghûts, Ya’ûq dan Nasar[15]. Al-Qur’ân menyebutnya mereka kaum yang buta mata hatinya.


فَكَذَّبُوهُ فَأَنجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ


Maka mereka mendustakan Nûh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)[16].


Kata ‘amîn jama dari ‘ummun ini menunjukkan buta hati khâshun bi ‘umyi al-Qalbi wa al-Bashîrah, bukan buta matanya, Adapun buta mata disebut ‘umyân jamanya a’mâ yaitu, a’mâ al-Bashar[17].

           

C.Da’wah Nabi Nûh As.


Untuk membebaskan kemusyrikan yang telah merajalela di dalam diri kaum Nûh As, Allâh mengutus Nûh As untuk berda’wah, mengajar mereka kejalan yang benar,


لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلاَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ


Sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya lalu ia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allâh, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allâh), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)[18].

Al-Suyuthi mengutip hadits nabi dari Anas,


أَنَّ النَّبِيَ صلعم قَالَ: أَوَّلُ نَبِيِّ أُرْسِلَ نُوْحٌ.


Bahwa Nabi Saw pernah bersabda: Nabi yang pertama kali diutus adalah Nabi Nûh[19].

Para mufassir menafsirkannya, Nûh As adalah Nabi pertama yang diutus kepada kaumnya[20]. Sementara al-Maraghi menjelaskan, Nûh As, Rasûl pertama yang diutus Allâh kepada kaumnya yang musyrik[21]. Menurut Shawi Nûh As diutus pada usia 40 tahun, dan ini pendapat yang shahih[22]. Ada riwayat lain yang menyebutkan pada usia 50 tahun, 250 tahun dan 100 tahun. Dan ia tinggal bersama kaumnya, berda’wah pada mereka selama 950 tahun.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلاَّ خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ.


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya, maka ia tinggal diantara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zhalim[23].

Setelah topan Nûh As hidup selama 250 tahun, maka jumlah umurnya 1240 tahun. Ibnu Abbas menjelaskan dalam al-Suyuthi,

وَكَانَ نُوْحٌ يَدْعُوْهُمْ لَيْلاً وَنَهَارًا سِرًّا وَعَلاَنِيَةً صَبُوْرًا حَلِيْمًا.       


Nabi Nûh As berda’wah siang dan malam, sembunyi dan terang-terangan dengan penuh kesabaran dan bermurah hati[24].

Yang disampaikan Nûh As kepada kaumnya, seperti yang dijelaskan al-Qur’ân,


1.Mengajak beribadah hanya kepada Allâh, Adzab Allâh maha besar pada suatu saat,


لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلاَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ.


Sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya lalu ia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allâh, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allâh), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)[25].


2.Nûh As adalah seorang Rasûl Allâh menyampaikan risalahnya, ia hanya tahu dari Allâh, bukan seorang yang sesat,


قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلاَلَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ {} أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّي وَأَنصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ.


Nûh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Rabb semesta alam (.:) Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allâh apa yang tidak kamu ketahui[26].


3.Aku adalah pemberi ancaman pada kamu sekalian,


وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya, (dia berkata): Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu[27].


4.Aku tidak meminta harta benda, ganjaranku cukup dari Allâh, aku tidak akan mengusir orang yang beriman,


وَيَاقَوْمِ لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللهِ وَمَآأَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ


Dan (dia berkata): Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allâh dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Rabbnya akan tetapi aku memandangmu sebagai kaum yang tidak mengetahui[28].


5.Aku tidak mempunyai gudang rizki, tidak tahu yang gaib, dan bukan Malaikat,


وَلآأَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآأَقُولُ إِنِّي مَلَكٌ وَلآأَقُولُ لِلَّذِينَ تَزْدَرِي أَعْيُنُكُمْ لَن يُؤْتِيَهُمُ اللهُ خَيْرًا اللهُ أَعْلَمُ بِمَا فِي أَنفُسِهِمْ إِنِّي إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ.


Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): Aku mempunyai gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allâh, dan aku tidak juga mengetahui yang ghaib, dan tidak (pula) aku mengatakan: Bahwa sesunguhnya aku adalah malaikat, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: Sekali-kali Allâh tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allâh lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zhalim[29].

Mahmud Hijazi mengutip sebuah hadits,

يَا قَوْمِي وَيَا أَهْلِي وَعَشِيْرَتِي أُعْبُدُوا اللهَ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَسَوَاكُمْ وَعَدُلُكُمْ عَلَي إِتْمِ صُوْرَةٍ وَإِكْمَلِ نِظَامٍ هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي هُوَ الْمَعْبُوْدُ بِحَقِّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ تَدْعُوْنَهُ وَتَتَضَرَّعُوْنَ إِلَيْهِ آمَرَكُمْ بِهَذَا لِأَنيِّ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ وَقَعَهُ.


Wahai kaumku dan keluargaku (tidak ada hubungan nasab) beribadahlah kalian kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu kemudian membentuk dan menyeimbangkan kamu dalam bentuk yang sangat sempurna dan susunan yang sempurna, Dia yang menciptakan bagimu segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dia-lah yang Maha suci dan maha tinggi, Dia-lah yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya, mintalah dan merendahlah pada-Nya. Aku perintahkan kalian dengan hal itu, karena aku takut ‘Adzab akan menimpa kalian pada hari yang sangat agung[30].


___________________

[1] Shawi, OpCit. II:99.

[2] Al-Najari, OpCit. h. 30.

[3] Al-Suyuthi, OpCit. III:480.

[4] Al-Suyuthi, LocCit.

[5] Shawi, LocCit.

[6] Ahmad Warson al-Munawwir (selanjutnya disebut al-Munawwir), Al-Munawwior Qamus Arab-Indonesia, Al-Munawwir, Yogyakarta, 1984, h. 1572.

[7] Al-Suyuthi, LocCit.

[8] Shawi, OpCit. II:268.

[9] Ali Abdu al-wahid Wafi (selanjutnya disebut al-Wafi), Fiqhu al-Lughah, Tahiyyah al-Bayan, Al-Maniyah, 1962, h. 30.

[10] Al-Suyuthi, OpCit. IV:435.

[11] Shawi, OpCit. II:269.

[12] Al-Suyuthi, OpCit. IV:419. HR. Ibn Mardawaih.

[13] Al-Wafi, OpCit. h. 3-18.

[14] Shawi, OpCit. II:99.

[15] Al-Suyuthi, OpCit. III:480.

[16] Qs. Al-A’râf [7]:64.

[17] Shawi, OpCit. II:100. Al-Maraghi, OpCit. III:188.

[18] Qs. Al-A’râf [7]:59.

[19] Al-Suyuthi, OpCit. III:479.  HR. Ibnu Abî Hâtim.

[20] Al-Hijaji,  OpCit. I:726.

[21] Al-Maraghi, LocCit.

[22] Shawi, OpCit. II:99.

[23] Qs. Al-Ankabut [29]:14.

[24] Al-Suyuthi, OpCit. III:480.

[25] Qs. Al-A’raf [7]:59.

[26] Ibid, 7:61-62.

[27] Qs. Hûd [11]:25.

[28] Ibid, 11:25.

[29] Ibid, 11:31.

[30] Al-Hijaji,  LocCit.


D.Sambutan pahit kaum Nûh As. terhadap da’wah


Nabi Nûh As berda’wah kepada kaumnya selama 950 tahun, selama itu tidak banyak yang beriman kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’ân, Hûd 40,


حَتَّى إِذَا جَآءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِن كُلٍ زَوْجِيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ ءَامَنَ وَمَآءَامَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ.


Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nûh itu kecuali sedikit[31].


Al-Maraghi menyebutkan, jumlah yang beriman 13 orang, Nûh As, 3 anaknya (Sâm, Hâm, Yafîts), 3 istri anaknya, dan 6 orang yang lainnya, dan kebanyakan mereka tidak beriman. Ini menunjukkan betapa sulitnya mengajak orang pada saat itu kepada jalan Allâh, dibanding dengan saat sekarang[32]. Ibnu al-Jauzi menyebutkan ada 8 pendapat tentang orang yang beriman bersama Nûh As,


  1. 80 laki-laki beserta keluarga mereka.
  2. 80 orang, 3 anaknya, 3 istri anaknya dan istri Nûh As.
  3. 80 orang, 40 laki-laki dan 40 wanita.
  4. 40 orang.
  5. 30 orang.
  6. 8 orang pengikut Nûh As. Istrinya, 3 anaknya, 3 istri anaknya.
  7. 7 orang.
  8. 10 orang selain istri mereka[33].


Karena al-Qur’ân dan Hadits Nabi tidak menetukan jumlahnya, tentu hendaknya kembali sesuai yang dikatakan al-Qur’ân.


Sikap mereka yang tidak beriman kepada Nûh As diungkapkan al-Qur’ân,


1.Memandang Nûh As orang sesat, al-‘Araf 59,


قَالَ الْمَلأُ مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ.


Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: Sesungguhnya kami meman-dang kamu berada dalam kesesatan yang nyata[34].


2.Mereka mendustakan Nûh As, al-‘Araf 64,


فَكَذَّبُوهُ فَأَنجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ.


Maka mereka mendustakan Nûh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)[35].


3.Karena Nûh As manusia seperti mereka, Hûd 27,


فَقَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَانَرَاكَ إِلاَّ بَشَرًا مِّثْلَنَا وَمَانَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلاَّ الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَانَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِن فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ.


Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina (bodoh) diantara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta[36].


  1. Pengikutnya orang bodoh, Hûd 27 (lihat ayat sebelumnya)
  2. Orang beriman tidak lebih dari mereka, Hud 27 (lihat ayat sebelumnya)
  3. Nûh As dan orang beriman dianggap pendusta, Hûd 27(lihat ayat sebelumnya)
  4. Mereka meminta agar Nabi Nûh mengusir orang hina yang telah beriman jika menginginkan agar mereka beriman[37].


Rasa pahit dialami Nûh As dalam berda’wah, seperti dijelaskan al-Suyuthi antara lain,


1.Dalam riwayat Ibnu Abbas dari Ishaq bin Basyar, mereka mengusir Nûh As, saat berda’wah mereka menutup kepalanya dengan baju, menutupi telinga dengan jarinya, meninggalkan majelis da’wah lalu lari sambil berkata, pendusta!, semakin lama ujian semakin banyak, Nûh As menunggu abad demi abad tapi tidak datang abad berikutnya kecuali lebih jelek dari sebelumnya. Mereka berwasiat kepada anak-anaknya,


إِحْذَرُوْا هَذَا الْمَجْنُوْنُ فَإِنَّهُ قَدْ حَدَّثَنِي آبَائِي أَنَّ هَلاَكَ النَّاسِ عَلَى يَدِي هَذَا فَكَانُوْا يَتَوَارَثُوْنَ الْوَصِيَّةَ بَيْنَهُمْ.


Hindari orang gila ini (Nûh As), karena bapakku pernah berkata kepadaku, bahwa binasanya manusia karena kedua tangan ini. Lalu mereka saling mewariskan washiyat diantara mereka.


Dan ada yang berwasiat jika engkau hidup dan aku meninggal, hati-hati pada orang tua ini (Nûh As).


يَا بَنِي إِنْ عِشْتَ وَمُتُّ أَنَا فَاحْذَرْ هَذَا الشَّيْخَ.  


Wahai anakku, jika engkau hidup dan aku meninggal, hati-hati pada orang tua ini (Nûh As).


1) Riwayat Ibnu Asakir dari Mujahid, mereka memukul Nûh As sampai pingsan.

2) Riwayat ‘Abdu bin Humaid dari Ikrimah, Kaum Nabi Nûh As mencekiknya.

3 Riwayat al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud, Nabi Nûh As dipukul hingga berdarah.

4) Riwayat Abi Dunya dari Muhajir al-Raqi, Nûh As tinggal di rumah beratap daun-daun pohon, Dia berkata,


أَمُوْتُ الْيَوْمَ أَمُوْتُ غَدَا.


Aku mati hari ini dan aku mati besok.


5) Riwayat Abi Dunya dari Wahib bin al-Warad, Nûh As membuat rumah dari bambu, lalu ditanya kenapa? Ia jawab,


هَذَا كَثِيْرٌ لِمَنْ يَمُوْتُ.


Ini terlalu banyak bagi orang yang akan mati.


6) Riwayat Ibnu ‘Asakir dari Mujahid, setiap Nûh As disakiti, ia berkata,


رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ


Wahai Tuhanku, ampunilah kaumku karena mereka belum tahu[38].


________________________

[31] Qs. Hûd [11]:40.

[32] Al-Maraghi, OpCit. III:191.

[33] Al-Jauzi, OpCit. IV:106.

[34] Qs. Al-A’râf [7]:60.

[35] Ibid, 7:64.

[36] Qs. Hûd [11]:27.

[37] Al-Suyuthi, OpCit. IV:416.

[38] Ibid, III:480.


E.Perintah Allâh membuat perahu.


Ibnu al-Jauzi menjelaskan tentang isyarat Nabi Nûh As membuat perahu, mengutip riwayat Ibnu Abbas; Nûh As dipukul, lalu digulung dengan hamparan dan dilemparkan kerumahnya. Mereka memandangnya telah meninggal. Tetapi kemudian ia keluar lagi dan berda’wah pada mereka. Sebagai manusia biasa Nûh As merasa putus asa, akankah kaumnya beriman?, ketika rasa putus asa menyelimutinya, datanglah seorang laki-laki bersama anaknya, sementara Nûh As sedang bersandar pada tongkatnya. Tiba-tiba laki-laki itu merebut tongkat yang sedang disandarinya lalu dipukulkan kepadanya hingga berdarah.


قَالَ نُوْحُ: رَبِّ قَدْ تَرَي مَا يَفْعَلُ بِي عِبَادُكَ فَإِنْ يَكُنْ لَكَ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَاهْدِهِمْ وَإِلاَّ فَصَبِّرْنِي ِالَى أَنْ تَحْكُمَ.


Nûh berkata: Wahai Tuhanku sungguh engkau telah melihat apa yang dilakukan hambamu padaku, jika ada padamu kebutuhan bagi mereka berilah mereka petunjuk dan jika tidak, maka berilah aku kesabaran sampai engkau memberi hukuman[39].


Kemudian Allâh berfirman,


وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَن يُؤْمِنَ مِن قَوْمِكَ إِلاَّ مَنْ قَدْ ءَامَنَ فَلاَتَبْتَئِسْ بِمَاكَانُوا يَفْعَلُونَ {} وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلاَتُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُم مُّغْرَقُونَ.


Dan diwahyukan kepada Nûh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (.:) Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan[40].


Kemudian terjadilah dialog antara Nûh dengan Allâh,


يَا رَبِّ وَمَا الْفُلْكُ ؟ بَيْتٌ مِنْ خَشَبٍ يَجْرِي عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ أُنْجِي فِيْهِ أَهْلَ طَاعَتِي وَأُغْرِقَ أَهْلَ مَعْصِيَتِي! وَأَيْنَ الْمَاءُ؟ إِنِّي عَلَى مَا أَشَاءُ قَدِيْر! أَيْنَ الْخَشَبُ؟ أَغْرِسْ الشَّجَرَ! 


Wahai Tuhanku apa yang dimaksud dengan bahtera? Bahtera itu rumah yang dibuat dari kayu, berjalan diatas permukaan air, Aku selamatkan pada bahtera itu ahli yang ta’at kepada-Ku, dan Aku tenggelamkan ahli yang ma’shiyat kepada-Ku! Dan dari manakah datangnya air itu? Aku maha kuasa terhadap apa yang Aku kehendaki! Mana kayunya? Tanamlah sebuah pohon!.


Lalu Nûh menanam pohon jati selama 20 tahun, setelah pohon itu cukup besar untuk dibuat perahu, Nûh As memotongnya, mengering-kannya dan merekayasanya. Nûh bertanya, bagaimana cara membuat bangunan itu? Jawabannya, Buat tiga bagian; kepalanya seperti al-Thâwûsu (merak), haluannya seperti al-Thâiru (burung), dan ekornya seperti al-Dîku (ayam jantan). Dan buatlah bertingkat. Lalu Allâh menyu-ruh Jibril mengajarkannya dan agar dipercepat, ia menyuruh tukang kayu untuk mengerjakannya, sedangkan anak-anaknya memahatnya. Panjang-nya 600 siku, lebar 330 siku, tinggi 33 siku, tingkat bawah untuk binatang buas, bagian tengah untuk binatang melata, bagian atas untuk manusia. Menyaksikan hal itu kaum Nûh As memperolok-oloknya. Firman Allâh, Hud 38,


وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ.


Dan mulailah Nûh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nûh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nûh: Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)[41].


Mereka memperolok-olok Nûh dengan perkataan,


صِرْتَ بَعْدَ النُّبُوَةِ نَجَارًا, تَعْمَلُ سَفِيْنَةً فِي الْبَرِّ وَكَيْفَ تَجْرِيا.


Setelah kematian engkau menjadi tukang kayu, membuat perahu di darat bagaimana bisa berlayar![42].


Setelah selesai datang adzab Allâh, fâra al-Tanûr (air memenuhi permukaan bumi) perahu pun berlayar. Orang di atas perahu hanyalah orang-orang yang beriman. Al-Suyuthi menyebutkan riwayat Ibnu al-Mandzur dari Qatadah, Perahu Nûh As berlayar 10 Rajab, lama di air selama 150 hari, dan berlabuh di bukit al-Jud pada tanggal 10 Muharam[43]. Saat akan berlayar Allâh berfirman,


وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَاوَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.


Dan Nûh berkata: Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allâh di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[44].


Dan dalam riwayat Ibnu al-Mundzir dari Ibnu Abbas, menyebutkan setelah sampai di bukit al-Jud, Nûh As membangun 80 kampung yang diberi nama kampung delapanpuluh. Bahasa mereka menjadi 80, tiap kampung tidak mengerti bahasa kampung yang lain. Nûh As sebagai penterjemahnya[45].


F.Allâh mengadzab kaum Nûh As yang kufur


Setelah kaum Nûh As tidak dapat dinasehati, malah mereka merasa bosan dan jenuh dengan nasehat Nûh As mereka meminta dibuktikan adzab dari Allâh itu,


قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ


Mereka berkata: Hai Nûh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar[46].


Dengan demikian Nabi Nûh As merasa nasehatnya itu sudah tidak berguna lagi bagi mereka.


وَلاَيَنفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنصَحَ لَكُمْ إِن كَانَ اللهُ يُرِيدُ أَن يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ.


Dan tidaklah bermamfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allâh hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Rabbmu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan[47].


Dan Allâh swt juga berfirman,


وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَن يُؤْمِنَ مِن قَوْمِكَ إِلاَّ مَنْ قَدْ ءَامَنَ فَلاَتَبْتَئِسْ بِمَاكَانُوا يَفْعَلُونَ.


Dan diwahyukan kepada Nûh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan[48].


Perahu disuruh dibuat (Hud 37), Naikkan ke perahu dari binatang berpasang-pasangan, bawa keluargamu, kecuali yang tidak beriman. Juga bawa orang-orang yang beriman.


حَتَّى إِذَا جَآءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِن كُلٍ زَوْجِيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ ءَامَنَ وَمَآءَامَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ.


Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nûh itu kecuali sedikit[49].


Allâh menyuruh naik perahu dengan menyebut Bismillah, saat berlayar dan berlabuh,


وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَاوَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.


Dan Nûh berkata: Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allâh di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[50].


Perahu itu berlayar dalam gelombang laksana gunung. Anak Nûh As berada ditempat jauh terpencil, Nûh As memanggil anaknya,


وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحُ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزَلٍ يَابُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَتَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ.


Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nûh memanggil anaknya -sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil- Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir[51].


Menurut Ibnu al-Jauzi, tidak ada perselisihan dalam hal anak Nûh As yang kafir. Namun tentang namanya, terdapat dua pendapat,

  1. Kebanyakan pendapat anaknya bernama Kan’ân.
  2. Dan pendapat Abu Shalih dari Ibnu Abbas, anaknya bernama Yâm[52].


Anak Nûh As berkata aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat melindungiku. Nûh berkata, Tidak ada yang dapat melindungi hari ini dari adzab Allâh kecuali Allâh saja,


قَالَ سَئَاوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لاَعَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمُوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ.


Anaknya menjawab: Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! Nûh berkata: Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allâh selain Allâh (saja) yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan[53] 


Shawi menyebutkan, Allâh menurunkan hujan 40 hari 40 malam[54], dan air juga keluar dari dalam tanah, seperti dijelaskan dalam surat al-Qamar 11-14. Hujan turun dari langit dengan air yang tercurah, bumi memancarkan mata-mata air, sehingga bertemu kedua air itu untuk satu urusan dari Allâh, Nûh As diangkut dengan bahtera yang dibuat dari papan dan paku, berlayar dengan pemeliharaan Allâh,


فَفَتَحْنَآ أَبْوَابَ السَّمَآءِ بِمَآءٍ مُّنْهَمِرٍ {} وَفَجَّرْنَا اْلأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَآءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ {} وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ {} تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَآءً لِّمَن كَانَ كُفِرَ.


Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. (.:) Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (.:) Dan Kami angkut Nûh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, (.:) Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nûh)[55].


Sehingga air pun mencapai ke atas gunung, dan terendam serta tenggelamlah seluruhnya. Shawi menyebutkan, Saat air meluap seorang ibu dari bayi yang masih kecil sangat takut terhadap keselamatan anaknya, ia sangat mencintai sekali anaknya, lalu keluar dan naik ke gunung, air sampai sepertiga gunung, ia pun naik lagi, air sampai dua pertiga gunung, ibu itu naik lebih atas lagi hingga di puncak gunung, air terus naik, ibu itu mengangkat anaknya dengan kedua tangannya, hingga air pun menenggelamkan keduanya[56]. Demikian juga anak Nûh As termasuk yang ditenggelamkan,


فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ.


Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan[57].


Lalu Allâh menyuruh bumi menelan air, dan langit untuk berhenti hujan. Selamatlah Nûh As dan yang beriman kepadanya, lalu berlabuh di bukit Jud (dekat dengan daerah al-Maushul)[58] Ibnu al-Jauzi. Hud ayat 44.


وَقِيلَ يَاأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَاسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ اْلأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ.


Dan difirmankan: Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: Binasalah orang-orang yang zhalim[59].


Nabi Nûh As masih tetap mencintai anaknya, sekalipun kafir dan diadzab Allâh,


وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ.


Dan Nûh berseru kepada Rabbnya sambil berkata: Ya Rabbku sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya[60].


Namun dalam pandangan Allâh, karena amalnya tidak shaleh, itu bukan keluargamu. Yang dimaksud bukan keluarga dari agamamu[61].


قَالَ يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَتَسْئَلْنِ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ.


Allâh berfirman: Hai Nûh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlahkamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan[62].


Nabi Nûh As memohon maaf atas kekeliruannya,


قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْئَلَكَ مَالَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلاَّ تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ.


Nûh berkata: Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi[63].


Allâh menyuruh Nûh As untuk turun dari perahu kebumi dengan keselamatan dan barokah.


قِيلَ يَانُوحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ.


Difirmankan: Hai Nûh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami[64].


Ibnu Jauzi menyebutkan barakah yaitu, Nûh As menjadi bapak bagi semua, karena semuanya turunan dari padanya. Keturunan setelah kaum Nûh As akan terbagi kepada 2 bagian,


  1. Ummat yang diberi rahmat Allâh.
  2. Ummat yang diadzab Allâh[65].


Umat yang kedua ini, golongan yang hanya mencintai kehidupan dunia.


قِيلَ يَانُوحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ.


Difirmankan: Hai Nûh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami[66].


Al-Suyuthi menyebutkan riwayat Abu al-Syaikh, bahwa manakala satu ummat hancur, Allâh menjadikan dari keturunannya ada orang yang selamat dengan rahmat-Nya. Abu al-Syaikh meriwayatkan yang pertama kali diucapkan Nûh As ketika turun dari perahu adalah, yâ mûru itqan maksudnya, yâ maulâ ashlih artinya, wahai anak laki-lakiku berbuat amal shalihlah. Kata yang diucapkan Nûh As itu bahasa Siryaniyyah[67]Al-Bukhari dalam al-Suyuthi menyebutkan sabda Nabi Saw yang menjelaskan saat Nûh As akan meninggal dunia, berwashiat kepada anaknya 2 hal yang diperintah, dan 2 hal yang dilarang,


آمُرُكَ بِاثْنَتَيْنِ وَانْهَاكَ عَنِ اثْنَتَيْنِ: آمُرُكَ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَسُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ, فَإِنَّهَا صَلاَةُ كُلِّ شَيْئٍ وَبِهَا يَرْزُقُ كُلَّ شَيْئٍ. وَنَهَاكُمْ عَنِ الشِرْكِ وَالْكِبْرِ.


Aku perintahkan padamu dua hal dan aku larang juga dua hal. Aku perintahkan dengan lâilâha illallâh wa bihamdih karena hal itu merupakan shalatnya segala sesuatu dan dengannya diberi rizki segala sesuatu dan aku melarang kamu dengan syirik dan sombong[68].


G.Ibrah bagi umat


تِلْكَ مِنْ أَنبَآءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَآ إِلَيْكَ مَاكُنتَ تَعْلَمُهَا أَنتَ وَلاَقَوْمُكَ مِن قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ.


Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa[69].


Pada ayat 49 surat Hûd diatas, Allâh Swt menjelaskan bahwa kisah Nûh As itu adalah kisah dulu yang ghaib tidak diketahui oleh Muhammad, juga orang dizamannya kecuali dengan melalui wahyu. Di sana terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga di antara pelajaran yang dapat diambil:


  1. Dalam berda’wah hendaklah bersabar terhadap cacian, ejekan orang, karena kesabaran itu akan membawa kebaikan dan keuntungan,
  2. Tidak mudah mengajak orang pada jalan yang benar, lebih banyak yang cinta (cenderung) pada kema’siyatan.
  3. Jangan berhenti berda’wah, karena tugas da’i hanyalah menyam-paikan, urusan hidayah pada Allâh.
  4. Tidak mudah mengajak keluarga sendiri ke jalan Allâh Swt.
  5. Keluarga yang tidak seiman seagama dipandang bukan seahli dalam agama, dan di sisi Allâh tidak dapat diselamatkan dari adzab.
  6. Kecintaan di dunia, tidak dapat menyelamatkan di akherat.
  7. Harus tetap mempertahankan agama sekalipun zaman sudah tidak beragama.




DAFTAR PUSTAKA



  1. Abdurrahman bin al-Jauzi, Zâd al-Masir fi Ilmi Tafsir III, IV, Al-Maktab al-Islami, Beirut, 1965.
  2. Abdu al-Wahab al-Najjari, Qishash al-Anbiya,  Dâr Al-Fikr, Beirut, tt.
  3. Jalaludin al-Suyuthi, Al-Dûr al-mantsur Fi al-Tafsir al-Mantsur III, IV, Dâr al-Fikr, Beirut, 1992.
  4. Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, IV, VII, Dâr Al-Fikr, 1974.
  5. Muhyidin al-Darwis, I’Rab Al-Qur’ân wa bayaNûhu, III, Dâr Ibnu Katsir, Suriyah.
  6.  ‘Ali Abdu al-wahid Wafi, Fiqhu al-Lughah, Tahiyyah al-Bayan, Al-Maniyah, 1962.
  7. Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâd Al-Qur’ân Al-Karim,  Dâr al-Ma’rifah, 1992.
  8. Ahmad Shawi al-Maliki, Hasiyah Al-‘Alamah al-Jalalen, Dâr al-Fikr, Beirut, 1993.


_______________________

[39] Al-Jauzi, OpCit. IV:101.

[40] Qs. Hûd [11]:36-37.

[41] Ibid, 11:38.

[42] Al-Suyuthi, OpCit. IV:419.

[43] Ibid, IV:420.

[44] Qs. Hûd [11]:41.

[45] Al-Suyuthi, OpCit. IV:431.

[46] Qs. Hûd [11]:32.

[47] Ibid, 11:34.

[48] Ibid, 11:36.

[49] Ibid, 11:40.

[50] Ibid, 11:41.

[51] Ibid, 11:42.

[52] Al-Jauzi, OpCit. IV:109.

[53] Qs. Hûd [11]:43.

[54] Shawi, OpCit. II:269.

[55] Qs. Al-Qamar [54]:11-14.

[56] Shawi, LocCit.

[57] Qs. Hûd [11]:43.

[58] Al-Jauzi, OpCit. IV:112.

[59] Qs. Hûd [11]:44.

[60] Qs. Hûd [11]:45.

[61] Al-Jauzi, OpCit. IV:113.

[62] Qs. Hûd [11]:46.

[63] Ibid, 11:47.

[64] Ibid, 11:48.

[65] Al-Jauzi, OpCit. IV:115.

[66] Qs. Hûd [11]:48.

[67] Al-Suyuthi, OpCit. IV:440.

[68] Al-Suyuthi, OpCit. IV:482.

[69] Qs. Hûd [11]:49.



Posting Komentar untuk "Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran"